Beberapa kawan minta saya memetakan (memberikan pandangan), terkait persoalan yang menimpah sekitar 76 (atau lebih) delegasi Papua Barat (dan termasuk rombongan Papua New Guinea), yang hingga kemarin "tertahan" di Distrik Gerehu, sebuah kota di pinggiran sebelah utara Port Moresby --kota Gerehu dikenal luas karena memiliki perumahan besar, dan kebanyakan dihuni warga Papua Barat. Saya menyanggupi tawaran tersebut, dan semoga pemetaan ini bisa membantu kawan2 melihat "kesulitan" diplomasi kita hari2 ini dan kedepannya, menuju cita-cita pembebasan Nasional Bangsa Papua Barat;
Beberapa faktor (atau kelompok) yang menghambat keberangkatan puluhan delegasi --tokoh terkemuka di tujuh wilayah adat Papua-- ini ke Saralana, Port Villa, Vanuatu;
(1). Peran pemerintah Amerika Serikat (AS). Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Papua New Guinea (PNG) saat ini adalah Melanie Higgins. Melanie sebelumnya menjabat Sekertaris Dua Bidang Politik di Kedutaan Besar AS untuk Indonesia (2009-2013), dan pindah ke PNG awal tahun 2013). Sistem di kedutaan AS (dan rata2 hampir semua kedutaan), sekertaris dua bidang politik, adalah orang ketiga setelah Dubes, dan Wakil Dubes; Melanie banyak melakukan perjalanan ke tanah Papua --saya mencatat hampir 9 kali-- dan bertemu dengan tokoh2 Papua yang hebat semacam Socratez Sofyan Yoman, Markus Haluk, Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Benny Giay, Yones Douw, Anum Siregar, Alm. Salmon Yumame, Frederika Koran -termasuk dengan beberapa tokoh perempuan yang sering melakukan perjalanan ke Jakarta dan luar negeri. Saya mendengar, ia menjadi semacam harapan atau tumpuhan untuk tokoh2 Papua selama di Kedubes AS; Padahal, perempuan ini tak pernah "sedikitpun" memberikan kontribusi untuk perkembangan dan kemajuan politik dan diplomasi rakyat Papua; Kecuali, ia membantu urusan keberangkatna tokoh2 Papua saat hearing di Kongres Amerika Serikat --itupun setelah menerima surat undangan dari Eni Valeomega-- dan saat Hillary Clinton memberikan statement atas pelanggaran HAM di tanah Papua --itupun karena Kongres Rakyat Papua III yang terkenal brutal dan jahat; ITU SAJA kontribusi dia untuk orang dan tanah Papua! Sedangkan apa yang kita (tokoh2 Papua) berikan untuk dia; Informasi sekecil apapun di Papua, termasuk pergerakan dan diplomasi Papua Merdeka, pelanggaran HAM, dan termasuk pergerakan tokoh2 terkemuka di tanah Papua yang "harus didekati" selalu sampai ke telinga orang ini dari tokoh Papua, yang akan dikaji secara serius dan mendalam bersama asisten pribadi dia yang bernama Anggie; Dan hinga saat ini Anggie masih terus melakukan kontak dengan tokoh2 Papua setelah jabatan Melanie digantikan oleh James Feldmayer (mantan komandan AD yang memimpin pasukan AS invasi ke Irak).
Apa hubungan Melanie dengan delegasi Papua yang tertahan;
(+). Anda tahu, Melanie mampu mampu, dan sangat baik memetakan "kekutaan" politik rakyat Papua Barat, termasuk diplomasi di luar negeri, secara khusus di kawasan Pasifik dan "mendiskusikannya" dengan pemerintah Indonesia untuk menjadi sebuah strategi atau kebijakan dalam meredam diplomasi Papua Merdeka; Peter O'Neil, sangat dekat dengan Indonesia, dan bahkan Amerika Serikat, karena peran dan kerja Melanie yang sangat gesit; Michae Somare yang diannggap anti AS disingkirkan, dan Peter O'Neil yang punya pengalaman dan studi di AS dianggap orang yang tepat untuk "menghambat" diplomasi Papua Merdeka; AS ikut bermain "mengganti" Somare ditengah jalan, karena Somare dianggap anti AS, dan dukungan Papua Merdeka.
(++). Anda tahu, Melanie mampu dan dengan sangat baik memetakan "diplomasi" Papua di wilayah pasifik, termasuk PNG, untuk djadikan sebuah bahan atau kajian, yang akan ditelaah oleh AS, dan PNG, untuk menghambat diplomasi Papua Barat di wilayah AS, juga di Australia, dan negara2 kawasan pasifik; Jangan salah, kegagalgan Papua di dalam keanggotaan MSG turut dimainkan secara cantik oleh Melanie; Frans Albert Yoku, Nick Messet, dan Michael Manufandu adalah boneka yang disettir oleh Melanie;
(+++). Anda tahu, hingga saat ini dia masih melakukan komunikasi dan kontak secara intensif dengan tokoh2 Papua, walau sudah menjadi Wakil Dubes AS; Seorang tokoh gereja yang saya hormati, dengan bangganya pernah bercerita pada saya, bahwa Melanie sangat rutin mengirimkan informasi soal kegiataan di PNG, dan ia juga selalu rutin memberikan infornasi soal situasi politik dan HAM di Papua; Ini ada apa, dan untuk apa? Dan apakah tokoh gereja ini tidak sadar, ia menjadi "informan" untuk pemerintah AS?
(++++). Anda tahu, Peter O'neil akan dianggap penghianat, atau "menampar" AS dari depan, jika bisa memberangkatkan rombongan Papua Barat ke Port Villa dengan pesawat milik PNG. Seorang kawan beritahu saya, Dubes AS untuk PNG, Walter Noth, dan Melanie berulang kali melakukan pertemuaan dengan Menlu PNG, Rumbink Pato, dan Peter O'Neil. Sangat rapi orang2 ini bermain!
(2). Peran Pemerintah Indonesia. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Repulik Indonesia untuk PNG, Andreas Sitepu (walau sudah hampir 4 tahun) tak tahu apa2, dan tak mengerti apa2 soal diplomasi Papua Merdeka di kawasan pasifik. Dan ia tak begitu dekat dengan tokoh2 Papua Merdeka di PNG yang terkanal ekstrem dan radikal. Dua orang yang punya pengaruh penting di Kedubes RI untuk PNG justru Robertus Suryonohadi dan Kolonel (TNI) Ignasius Wahyu Hadi. Robertus menjabat sebagai Sekeraris Dua bidang politik dan Wahyu menjabat sebagai kepala atase keamanan di Kedubes RI untuk PNG. Dua orang ini pemuluk katolik tulen; Punya pengalaman panjang di organisasi yang namanya Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan memiliki banyak kawan2 intelektual katolik, termasuk jaringan gereja katolik yang selama ini mampu memetakan persoalan Papua dengan sangat baik, termasuk untuk mematahkan diplomasi2 di wilayah pasifik. Robertus mendekatkan diri dengan tokoh2 politik Papua di Jakarta, dan luar negeri, termasuk di Roma, sedangkan, Wahyu mendekatkan diri dengan tokoh2 Papua dari kalangan militer yang katolik di Papua, dan termasuk di PNG, untuk kebutuhan analisis bidang keamanan, termasuk membangun hubungan baik dengan militer Indonesia di wilayah perbatasan yang sering memberikan kajiaan informasi terkait tokoh2 Papua Merdeka di Jayapura, dan sekitarnya;
Apa hubungan kedua orang ini dengan delegasi Papua di Port Moresby;
(+). Saya meliha dua orang ini (sekarang, atau setelah semua tokoh bertemu di Port Moresby) tahu siapa saja tokoh2 Papua yang menyebrang, atau sudah sampai di Port Moresby; Mereka tahu demi kepentingan "data dan kajian" untuk Indonesia kedepannya; Saya juga cukup heran, sekitar 70 orang lebih menyebrang dengan gampangx, atau tak terdeteksi oleh aparat keamanan Indonesia?
(++). Dua orang ini akan melakukan sebuah kajiaan tentang pergearkan Papua Merdeka, termasuk "mendata" nama2 tokkoh2 Papua yang menyebrang, dan dijadikan bahan untuk "melakukan" pemantauaan, untuk kepentingan hari ini, dan dimassa mendatang,
(+++). Dua orang ini berpikir, kapanlah bertemu dengan 70an tokoh Papua yang "mati" merdeka, artinya mereka sudah datang serahkan diri, tentu sudah baik untuk diterima, dan selanjutnya dihambat semua pergerakan tersebut di Port MORESBY, dan untuk kedepannya;
(++++). Dan kedua orang ini berperang penting dalam "menggagakan" keberangktan delegasi Papua dengan Nugini Air, dengan ancaman, bantuan pemerintah Indonesia untuk O'Neil dan rakyat PNG akan dihentikan, dan dua orang ini berperang penting dalam pertemuaan O'neil dengan Jokowi setelah beberapa jam Presiden RI kurus ini dilantik.
(3). Peran pemerintah PNG; Walau tidak signifikan, tapi ada. Seorang kawan saya di PNG yang cukup dekat dengan sekertaris pribadi Menteri Pertahanan PNG (Dr Fabian Pok), yang memberitahukan saya, O'Neil tulus ingin membantu, bahkan sampai ingin meminjamkan jet pribadi negara untuk membawa rombongan ke PNG, tapi apa boleh buat, sudah "ada" intervensi" yang cukup besar dari AS dan Indonesia untuk membatalkan rencana tersebut, dengan "tawaran2" yang saya sebutkan diatas, diantaranya akan buat "ekonomi dan politik" PNG tidak stabil. Termasuk, yang lebih gilax "O'Neil" diancam untuk diturunkan ditengah jalan, alias sebelum sampai 2017; Apalagi, kelompok Michael Somare, mantan Perdana Menteri dianggap masih berambisi duduki posisi Perdana Menteri. Saya pribadi yakin, hati kecil O'Neil ingin tulus membantu; Artinya;
(+). Secara pemerintahan PNG berjalan dengan efektir, namun dari segi ekonomi politik, termasuk sistem pemerintahan dikuasai oleh AS dan Indonesia;
(++). Pelajaran ini tentu harus dilihat baik2 oleh tokoh2 Papua Merdeka, bahwa suatu kelak pemebebasan nasional itu tercapai, kita tak boleh didikte siapapun, termasuk AS, atau Indonesia; Harus berdiri diatas kaki sendiri, seperti TImor Leste yang no hutang, dan justru mampu mempidanakan Australia di Mahkamah Peradilan Internasional di Den Haag, Belanda.
(+++). O'Neil tentu ingin dan akan memintaa maaf ke Papua, tapi tidak secara terbuka, dia merasa "bagian" dari "Brother Melanesia" atau saudara Melanesia.
(+++). Saya tidak melihat PNG membatasi delegasi Papua ke Port Villa, apalagi mampu menampung, dan bahkan berikan sedikit "wang" untuk delegasi, dan memberikan "tumpangan" di kota Port Moresby; Walau banyak orang mengatakan O'neil anti Papua Merdeka, saya tidak berpikir seperti itu, Gubernur Port Moresby pasti tahu O'Neil.;
(4). Peran orang Papua sendiri; Saya akan membagi dalam dua kelompok,
(+). Orang Papua pro-Indonesia. Disini, yang kita kenal, dan dianggap berperan dalam menghambat diplomasi Papua Merdeka adalah Nick Messet, Alber Yoku, dan Michael Manufandu; Tapi ada kelompok lain, istilah Benny Giay dan Socretez "Garis Keras", mereka ini justru yang paling, dan berperan aktif; Anda tahu, kenapa Joel Rohrohmana (pernah calonkan diri jadi Bupati FakFa tapi kalah), dua tahun lalu ditugaskan menjadi Kepala Konjen Indonesia untuk Kuba. Orang ini dipakai Indonesia agar "Orang Papua" tak membangun hubungan, atau relasi dengan Kuba, dan bahkan negara-negara kiri. Indonesia lebih dulu ingin menyampaikan ke negara-negara komunis, bahwa di Indonesia ada orang Papua (ras melanesia), sebelum diplomat2 Papua menyentuh negara2 ini; Sekarang, Joel Rohrohmana bertugas di Kedutaan Besar RI untuk Afrika Selatan; Lagi-lagi ini strategi untuk mematahkan diplomasi Papua di negara-negara kulit hitam. Apakah ada orang Papua yang mengamati dengan baik, atau memetakan "strategi" sperti ini, sejauh ini saya tidak melihatnya; Dan saya tak tahu dimana lagi Felix Wanggai, tapi adik atau kk perempuan dia, Suzana Wanggai di Indonesia yang menjadi kepala perbatasan juga turut berperan aktif untuk menggagalkan delegasi Papua yang akan ke Port Villa. Dua orang yang saya sebutkan ini semacam "guru" untuk Kementerian Luar Negeri Indonesia terkait persoalan, dan diplomasi2 Papua Merdeka. Kalau tiga manusia karbitan yang saya sebutkan diatas, tentu kalian sudah tahu, dan saya tak perlu jelaskan lagi --dan mereka hanya jadi objek, jadi tempelen dimedia-media, yang tentu bikin konflik devide et impera semakin mulus dan beralan.
(++). Tokoh2 Papua Merdeka sendiri; Hal pertama, apakah sebuah diplomasi yang elegan, sebuah pertemuaan akbar, yang tentu dan akan punya dampak politik yang besar, dihumbarkan di media massa secara luas; Saya membaca di Radio New Zealand, dan AFP sangat rutin memberitakan pertemuaan ini; Disisi lain, informasi penting, tapi bukankah bukan sebuah hal yang paling substansial; Perlu tingkat internal organisasi2 perjuangan yang diinformasikan secara matang dan efekti; Artinya, pertemuaan ini hanya dibicarakan di internal-internal perjuangan; Dan maaf kata, adalah tindakan bodoh, semua foto, video, dan rekaman dihumbar di media massa, dan jadi bahan bacaan umum. Anda coba mengunjungi Youtube, dan melihat sekitar enam empat video yang di upload oleh salah satu tokoh Papu Merdeka, Sebby Sambom, secara detil vidoe saat pawai di Port Villa, 1 Desember, saat pembukaan atau upacaya penyambutan, dan bahkan saat pidato PM Joe Natuman di unggah untuk jadi tontontan intelijen Indonesia; Apakah ini bentuk2 diplomasi orang2 Papua yang elegan, dan merupakan sebuah kemajuaan; Saya katakan tidak, justru pertontonkan kebodohan dalam diplomasi; Coba lihat saja, pertemuaan Kaledonia Baru dalam KTT MSG, tak banyak vidoe dan tak banyak foto yang dipublikasikan, namun kita "kalah", artinya, bukan berarti besok kita kalah lagi, tapi belajar untuk berdiplomasi yang cerdas dan terdidik itu penting; Hal kedua, apakah bukan sesuatu yang tidak elegan, dan terlihat bodoh, pertemuaan akan dilangsungkan pada 1 Desember, namun para delegasi2 dari Papua Barat baru ke Port Moresy tiga hari, atau dua hari sebelum kegiatan dilangsungkan; Jarak dari PNG ke Vanuatu itu 1.940 KM, bukan seperti dari Wasior ke Manokari, atau dari Demta ke Sentani; Pikir logis, soal transportasi, soal kemudahan, seharusnya satu minggu, atau dua minggu sebelum simposium dilangsungkan, delegasi sudah harus berada di Port Moresby, agar dapat memudahkan semuanya, termasuk sedikit mengurang kesulitan2 yang sudah terlihat di depan mata, dan baru saja kita alami saat ini.
====================================================
Setelah melihat pemetaan diatas, saya ingin memberikan catatan2 saya pada tiap2 point; Agar kedepan, diplomasi kita menuju pembebasan nasional bangsa Papua Barat bisa lebih elegan, bermartabat, dan dapat dianggap sebuah kemajuaan perjuangan; Catatan ini hanya sekedar kajian untuk menambah wawasan kawan2; Sa sebenarnya masih ingin lanjut tulis, tapi sepertix sa harus koma dulu, angin laut bagus, cakalang su maronta diluat, sa harus pigi melaut; Ipar2 dong tunggu catatan bagiaan kedua eh;;
TabeA,
Waondivoi, 5 Desember 2014, 11.49 Wit
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Ket foto: Generasi Papua Barat di Kota Dekai, Yahukimo, Papua, ikut merayakan 1 Desember dengan perlihatkan bendera negara mereka.